Mu’adz berkata—berdasarkan penjelasan yang ia sampaikan—bahwa dari dirinya keluar cairan madzi. Namun cairan itu menempel pada pakaiannya hingga keesokan harinya, dan ia pun shalat dengan pakaian tersebut. Bagaimana hukum shalatnya?
Shalatnya tetap sah. Sebab, orang yang melaksanakan shalat, sementara pada badan atau pakaiannya terdapat najis, karena lupa atau tidak mengetahui keberadaannya, dan ia baru mengetahui atau teringat setelah shalat selesai, maka shalatnya tetap sah. Dalilnya adalah hadis riwayat Abu Said dalam kisah ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan shalat bersama para Sahabat. Di tengah-tengah shalat, beliau melepaskan kedua sandalnya. Setelah shalat selesai, beliau bersabda, “Jibril memberitahuku bahwa pada kedua sandal itu terdapat kotoran.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak membatalkan shalat beliau, tapi hanya melepas sandalnya dan melanjutkan shalat. Padahal pada awal shalat yang beliau kerjakan, terdapat najis di sandal beliau. Ini menunjukkan bahwa adanya najis apabila seseorang tidak mengetahui keberadaannya, atau lupa keberadaannya, itu tidak mempengaruhi sahnya shalat.
Perkara ini berbeda dengan orang yang melaksanakan shalat tanpa berwudhu karena lupa. Dalam kasus ini, orang itu harus mengulangi shalatnya. Adapun jika seseorang melaksanakan shalat, sementara pada pakaian atau badannya terdapat najis, karena lupa atau tidak mengetahuinya, maka kami katakan, “Shalatmu sah.” Perbedaan antara dua kasus ini adalah bahwa bersuci (sebelum shalat) termasuk dalam kategori melaksanakan perintah. Setiap perkara yang termasuk melaksanakan perintah, tidak gugur tanggung jawabnya karena ketidaktahuan maupun kelupaan. Adapun menghindari najis termasuk dalam kategori tidak melakukan hal yang terlarang. Setiap perkara yang termasuk pelanggaran larangan, seseorang diberi uzur karena ketidaktahuan atau kelupaan. Kaidah ini berlaku dalam seluruh bab ibadah.
Barang siapa melaksanakan shalat tanpa wudhu karena lupa, maka kami katakan, “Berwudhulah dan ulangi shalatmu!” Sedangkan orang yang melaksanakan shalat, sementara pada badannya terdapat najis, karena lupa atau tidak mengetahuinya, maka kami katakan, “Shalatmu sah.” Sebab, yang pertama termasuk meninggalkan perintah, sedangkan yang kedua termasuk melakukan larangan. Pada perkara pelanggaran larangan, seseorang diberi uzur karena ketidaktahuan dan kelupaan. Kaidah ini berlaku pada seluruh ibadah, tidak terbatas pada shalat saja. Sebagai contoh dalam puasa, apabila seseorang berpuasa tanpa berniat sejak malam hari, karena tidak mengetahui telah masuknya bulan Ramadhan atau sebab lainnya, maka ia diperintahkan untuk mengqadha (mengganti) puasanya, meskipun ia dalam keadaan tidak mengetahui atau lupa. Sebaliknya, apabila seseorang makan atau minum karena lupa, maka puasanya tetap sah.
Demikian pula dalam ibadah haji. Apabila seorang laki-laki menutup kepalanya ketika berihram karena lupa, atau memakai wewangian karena lupa atau tidak mengetahui hukumnya, maka tidak ada kewajiban apa pun atas dirinya. Namun apabila ia meninggalkan lempar jumrah, meskipun karena tidak mengetahui hukumnya, maka ia wajib membayar dam.
Dengan demikian, ini merupakan kaidah yang berlaku secara konsisten di kalangan para ulama, bahwa setiap perkara yang termasuk meninggalkan perintah, tidak diberi uzur karena ketidaktahuan maupun kelupaan, sedangkan perkara yang termasuk melakukan larangan, diberi uzur karena ketidaktahuan dan kelupaan. Berdasarkan kaidah ini, kami katakan kepada saudara penanya, shalat Anda sah dan tidak ada kewajiban apa pun atas Anda.
=====
قَالَ مُعَاذٌ حَسَبَ مَا ذَكَرَ أَنَّهُ خَرَجَ مِنْهُ مَذِيٌّ لَكِنَّهُ بَقِيَ عَلَى مَلَابِسِهِ إِلَى الْيَوْمِ الثَّانِي وَصَلَّى بِهِ فَمَا حُكْمُ ذَلِكَ؟
صَلَاتُهُ صَحِيحَةٌ لِأَنَّ مَنْ صَلَّى وَعَلَى بَدَنِهِ أَوْ عَلَى لِبَاسِهِ نَجَاسَةٌ نَاسِيًا لَهَا أَوْ جَاهِلًا بِوُجُودِهَا وَلَمْ يَعْلَمْ أَوْ يَتَذَكَّرْ إِلَّا بَعْدَ الصَّلَاةِ فَصَلَاتُهُ صَحِيحَةٌ وَيَدُلُّ لِذَلِكَ حَدِيثُ أَبِي سَعِيدٍ فِي قِصَّةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا صَلَّى بِأَصْحَابِهِ وَفِي أَثْنَاءِ الصَّلَاةِ خَلَعَ نَعْلَيْهِ وَبَعْدَ الْفَرَاغِ مِنَ الصَّلَاةِ قَالَ إِنَّ جِبْرِيلَ أَخْبَرَنِي بِأَنَّ فِيهِمَا قَذَرًا وَلَمْ يَقْطَعِ النَّبِيُّ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ صَلَاتَهُ وَإِنَّمَا خَلَعَ نَعْلَيْهِ وَأَكْمَلَ مَعَ أَنَّ أَوَّلَ صَلَاتِهِ قَدْ صَلَّى وَفِي نَعْلَيْهِ الْقَذَرُ دَلَّ هَذَا عَلَى أَنَّ وُجُودَ النَّجَاسَةِ إِذَا كَانَ الْإِنْسَانُ جَاهِلًا بِوُجُودِهَا أَوْ نَاسِيًا لَهَا أَنَّ هَذَا لَا يَضُرُّ
وَهَذَا يَخْتَلِفُ عَنْ مَنْ صَلَّى عَلَى غَيْرِ طَهَارَةٍ نَاسِيًا فَهُنَا نَأْمُرُهُ بِالْإِعَادَةِ أَمَّا إِذَا صَلَّى وَعَلَى لِبَاسِهِ أَوْ بَدَنِهِ نَجَاسَةٌ نَاسِيًا أَوْ جَاهِلًا نَقُولُ صَلَاتُكَ صَحِيحَةٌ الْفَرْقُ بَيْنَ الْمَسْأَلَتَيْنِ أَنَّ الطَّهَارَةَ مِنْ بَابِ فِعْلِ الْمَأْمُورِ وَمَا كَانَ مِنْ بَابِ فِعْلِ الْمَأْمُورِ لَا يُعْذَرُ فِيهِ الْإِنْسَانُ بِالْجَهْلِ وَلَا بِالنِّسْيَانِ بَيْنَمَا اجْتِنَابُ النَّجَاسَةِ مِنْ بَابِ يَعْنِي عَدَمَ ارْتِكَابِ الْمَحْظُورِ وَمَا كَانَ مِنْ بَابِ ارْتِكَابِ الْمَحْظُورِ فَهَذَا يُعْذَرُ فِيهِ الْإِنْسَانُ بِالْجَهْلِ وَالنِّسْيَانِ هَذَا فِي أَبْوَابِ الْعِبَادَاتِ كُلِّهَا
فَمَنْ صَلَّى بِدُونِ الْوُضُوءِ نَاسِيًا نَقُولُ أَعِدْ تَوَضَّأْ وَصَلِّ صَلَّى وَعَلَيْهِ نَجَاسَةٌ نَاسِيًا أَوْ جَاهِلًا نَقُولُ صَلَاتُكَ صَحِيحَةٌ لِأَنَّ هَذَا مِنْ بَابِ فِعْلِ الْمَأْمُورِ وَهَذَا مِنْ بَابِ تَرْكِ الْمَحْظُورِ مَا كَانَ مِنْ بَابِ تَرْكِ الْمَحْظُورِ يُعْذَرُ فِيهِ بِالْجَهْلِ وَالنِّسْيَانِ هَذَا فِي الْعِبَادَاتِ كُلِّهَا لَيْسَ فَقَطْ الصَّلَاةِ يَعْنِي مَثَلًا فِي الصِّيَامِ لَوْ أَنَّهُ صَامَ وَلَمْ يُبَيِّتِ النِّيَّةَ مِنَ اللَّيْلِ لَمْ يَعْلَمْ بِدُخُولِ رَمَضَانَ مَثَلًا أَوْ نَحْوِ ذَلِكَ فَنَأْمُرُهُ بِالْقَضَاءِ حَتَّى وَإِنْ كَانَ جَاهِلًا أَوْ لَمْ يَعْلَمْ أَوْ نَاسِيًا بَيْنَمَا لَوْ أَكَلَ أَوْ شَرِبَ نَاسِيًا صَوْمُهُ صَحِيحٌ
هَكَذَا أَيْضًا فِي الْحَجِّ لَوْ غَطَّى رَأْسَهُ نَاسِيًا إِذَا كَانَ رَجُلًا أَثْنَاءَ الْإِحْرَامِ أَوْ تَطَيَّبَ نَاسِيًا أَوْ جَاهِلًا نَقُولُ لَيْسَ عَلَيْكَ شَيْءٌ لَكِنْ لَوْ أَنَّهُ مَثَلًا تَرَكَ رَمْيَ الْجِمَارِ حَتَّى وَإِنْ كَانَ جَاهِلًا فَنَقُولُ عَلَيْكَ دَمٌ
فَإِذًا هَذِهِ قَاعِدَةٌ مُطَّرِدَةٌ عِنْدَ أَهْلِ الْعِلْمِ أَنَّ مَا كَانَ مِنْ بَابِ فِعْلِ الْمَأْمُورِ لَا يُعْذَرُ فِيهِ الْمُسْلِمُ بِالْجَهْلِ وَلَا بِالنِّسْيَانِ وَمَا كَانَ مِنْ بَابِ ارْتِكَابِ الْمَحْظُورِ يُعْذَرُ فِيهِ بِالْجَهْلِ وَالنِّسْيَانِ وَبِنَاءً عَلَى هَذَا نَقُولُ الْأَخُ السَّائِلُ الْكَرِيمُ صَلَاتُكَ صَحِيحَةٌ وَلَا شَيْءَ عَلَيْكَ